Mengulik 10 Fakta Penyakit Antraks
Zoonosis merupakan penyakit infeksi yang ditularkan melalui penyakit melalui hewan vertebrata ke manusia dan sebaliknya. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.1501/Menkes/Per/X/2010 tentang jenis penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah dan upaya penanggulangannya, penyakit Antraks menjadi salah satu jenis penyakit yang termasuk di dalamnya. Penyakit Antraks merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis. Di Indonesia,terdapat 14 provinsi menjadi daerah tertular antraks. Dari 14 provinsi tersebut, 10 provinsi melaporkan adanya kasus pada manusia, yaitu Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, Yogyakarta, DKI Jakarta, Sulawesi Tenggara, dan Gorontalo. Penularan antraks sendiri dapat terjadi dari hewan ke hewan, hewan ke manusia, atau melalui lingkungan yang tercemar spora antraks. Masa inkubasi penyakit ini adalah 7 hari, tetapi umumnya berkisar 2 – 5 hari.
Meskipun kasus pada manusia hanya terlaporkan di 10 provinsi, kenapa penyakit ini menjadi penyakit zoonosis prioritas? berikut beberapa fakta penyakit antraks
- Bakteri Bacillus anthracis mampu membentuk spora yang tahan terhadap perubahan lingkungan dan dapat bertahan hidup selama kurang lebih 60 tahun di dalam tanah tanpa kehilangan sifat virulensinya sehingga sulit untuk dimusnahkan. Pengendalian penyakit antraks menjadi sulit mengingat spora antraks tahan terhadap perubahan lingkungan dan akan berulang apabila tanah yang mengandung spora terangkat ke permukaan akibat tindakan manusia (missal: bercocok tanam atau mencari rumput) atau kejadian alam
- Pembentukan spora terbentuk dengan sangat cepat. Ketika bakteri dalam darah atau cairan tubuh hewan terkena udara, maka spora akan terbentuk 4 – 10 jam setelah kematian hewan tersebut dan proses sporulasi akan selesai dalam waktu 24 – 48 jam
- Spora antraks bersifat tahan panas dan dingin, kemudian akan kembali aktif apabila spora masuk ke dalam tubuh makhluk hidup. Spora bakteri antraks yang juga tahan di tanah kering, ternyata juga ditemukan mampu bertahan di bulu hewan, wool, kulit, atau bahan lainnya, sehingga dapat memperluas penyebarannya
- Patogenesis B.antrhracis ditentukan oleh 2 plasmid, yaitu pXO1 dan pXO2, dimana pXO1 berperan dalam pembentukan toxin antraks,sedangkan pXO2 berperan dalam membentuk kapsul asam poli-y-d-glutamat (PGA). Kapsul inilah yang melindungi bakteri B. anthracis dari fagositosis dan pengawasan sistem imun tubuh host
- Toksin B. anthracis berbentuk polipeptida yang terdiri dari Edema Faktor (EF), lethal factor (LF), dan protektif antigen (PA). Toksin bakteri ini bekerja secara biner (diperlukan 2 jenis toksin untuk menimbulkan efek mematikan). Kombina PA-LF dapat menyebabkan kematian, sedangkan kombinasi PA-EF dapat menyebabkan edema pada kulit
- Pada kasus antraks yang pernah terjadi di Zimbabwe pada tahun 1978-1979, lalat penggigit (biting flies) dari jenis Hippobosca dan Tabanus diketahui berperan sebagai penular yang menyebabkan terjadinya perluasan wabah. Lalat yang bergerak dari satu peternakan ke peternakan lain serta memakan cairan tubuh bangkai ternak terjangkit antraks, akan memuntahkan feses atau muntahan yang mengandung bakteri ke helai daun pepohonan atau semak sekitarnya
- Upaya bioterorisme pernah dilakukan pada tahun 2011 dengan menggunakan bakteri antraks melalui pos atau paket kiriman. Ukuran spora antraks yang hanya 1 – 3 µm, sedangkan pori – pori kertas amplop berukuran 10 µm memungkinkan spora dapat lolos melalui pori – pori amplop. Bila kertas amplop tersebut digoyangkan, maka akan mencemari tangan pemegang meski tanpa membuka amplop. Penularan dapat terjadi ketika tangan yang sudah tercemar menyentuh mulut, hidung, atau luka pada kulit.
- Kerentanan manusia pada penyakit antraks berada diantara karnivora dan herbivora. Virulensi antraks bergantung pada kapsul polipeptida dan toksin yang dihasilkan, resistensi alami, dan resistensi yang didapat dari host. B. anthracis dapat menginfeksi manusia melalui empat cara, yaitu kulit yang lecet, abrasi atau luka, saluran pernafasan karena inhalasi spora antraks, saluran pencernaan melalui konsumsi bahan makanan tercemar spora antraks, dan jarum suntik dari pengguna narkoba yang terkontaminasi spora B. anthracis
- Antibiotik dapat digunakan untuk membunuh bakteri B. anthracis dalam bentuk vegetative, tetapi tidak akan memberikan efek terhadap edema toxin atau lethal toxin, sehingga efektif apabila diberikan di awal paparan. Bakteri B. anthracis sensitif terhadap berbagai jenis antibiotik, termasuk penicillin. Tatalaksana pengobatan untuk infeksi antraks tergantung dari derajat keparahan masing – masing tipe antraks
- Apabila seseorang meninggal karena penyakit antraks, pemulasaran jenazah secara khusus sesuai UU Nomor 4 Tahun 1948 tentang Wabah Penyakit Menular. Beberapa talaksana yang harus dilakukan diantaranya petugas pemulasaran jenazah harus menggunakan APD lengkap, jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik pengawet, jenazah sebaiknya hanya diantar / diangkut dengan mobil jenazah, disemayamkan tidak lebih dari 4 jam di dalam pemulasaran.
Dengan mengetahui fakta – fakta diatas, peran serta berbagai pihak diperlukan dalam pencegahan dan pengendalian penyakit Antraks. Mengingat dampaknya yang cukup besar terhadap kesehatan masyarakat, menimbulkan kerugian ekonomi, serta ancaman bioterorisme, penanggulangan terpadu lintas sektor dengan pendekatan one health sangat diperlukan. Bersama kita cegah penyakit zoonosis!
Sumber :
- Petunjuk Teknis Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Antraks, 2023
- Peraturan Menteri Kesehatan No.1501/Menkes/Per/X/2010